Selain tarif pajak progresif, Ditjen Pajak berlakukan perubahan tarif pemotongan PPh 21 menggunakan skema tarif efektif rata-rata (TER). Ketahui skema baru dan contoh perhitungan PPh 21 terbaru yang berlaku mulai 2024 ini.
Seperti apa pembaruan skema penghitungan berdasarkan tarif efektif PPh Pasal 21 terbaru dan contoh perhitungan pajak progresif PPh 21 yang perlu dipahami perusahaan maupun karyawan ini,
Mekari Klikpajak akan mengulasnya untuk Anda.
Sekilas tentang Pengenaan PPh Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh seorang Wajib Pajak pribadi atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya di dalam negeri.
Penggajian sendiri bisa dihitung secara manual, atau dengan bantuan aplikasi seperti Mekari Talenta HRIS yang terintegrasi dengan fitur
laporan absensi karyawan.
Namun, sebenarnya PPh Pasal 21 juga digunakan secara luas untuk berbagai kegiatan lainnya dengan subjek pajaknya terdiri dari:
Perlakuan atas PPh 21 dan berapa persen pajak yang akan dikenakan sangat variatif tergantung penerima penghasilan, di antaranya:
- Penghasilan bagi Pegawai/karyawan Tetap
- Penghasilan bagi Pegawai/karyawan Tidak Tetap
- Penghasilan bagi Bukan Pegawai/karyawan
- Penghasilan karyawan yang dikenakan PPh 21 Final
- dan penghasilan Lainnya
PPh 21 Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan karyawan dari uang pesangon, uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua.
Untuk mengetahui detail apa saja penghasilan yang dipotong PPh 21 dan penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21, selengkap baca artikel berikut:
Perubahan Regulasi PPh 21 Terbaru
Pemerintah telah mengatur kembali pemotongan PPh 21 yang tertuang dalam
Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan WP Orang Pribadi.
Melalui beleid ini, skema tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 ada dua, yakni:
1. Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
Skema tarif progresif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh ini untuk menghitung PPh 21 setahun di Masa Pajak Terakhir.
2. Tarif efektif rata-rata (TER) pemotongan PPh Pasal 21
Skema tarif efektif rata-rata PPh 21 ini untuk menghitung pajak penghasilan pasal 21 di masa pajak selain Masa Pajak Terakhir atau secara bulanan dan harian.
Dasar Hukum
Dasar hukum skema penghitungan PPh 21 terbaru ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 ayat (5)
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) s.t.d.t.d.
UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang menyebutkan bahwa:
โTarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.โ
Kemudian pemerintah menerbitkan regulasi teknis sebagai aturan pelaksana dari PP 58/2023 melalui
Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi.
Maka skema penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 terbaru berdasarkan penerima dan jumlah penghasilan yang dikenakan pajak.
โUntuk memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan kesederhanaan pemotongan PPh 21 oleh pemberi kerja, PMK ini diterbitkan agar bisa mengakomodir penyesuaian tarif pemotongan menggunakan tarif efektif dari tarif Pasal 17 Ayat (1) UU PPh.โ โDwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak dalam siaran pers No. SP-2/2024 seperti dikutip.
Perubahan Skema Hitung
Skema perhitungan PPh Pasal 21 terbaru atau skema To Be adalah dengan mendasarkan pada subjek penerima dari jenis penghasilannya dan penerapan waktu perhitungan pajaknya.
Pokok perubahan skema perhitungan PPh 21 di antaranya:
1. Perubahan seluruh skema penghitungan PPh 21
Skema penghitungan pajak penghasilan pasal 21 yang dipotong untuk pegawai tetap (untuk masa pajak selain masa pajak terakhir) dan pegawai tidak tetap telah diubah.
2. Perluasan lingkup penghitungan PPh 21
Memperluas lingkup penghitungan PPh Pasal 21 untuk peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai yang menarik dana pensiun.
Perluasan tersebut dari sebelumnya hanya Dapen saja, kini juga berlaku untuk lingkup BPJSTK, ASABRI, TASPEN.
3. Pengurangan zakat/sumbangan keagaaman
Zakat / sumbangan keagamaan wajib yang dibayar melalui pemberi kerja dapat dikurangkan dalam penghasilan bruto PPh 21.
4. Penambahan pengecualian penghasilan yang dipotong PPh 21
Menambah pengecualian penghasilan yang dipotong PPh 21 yakni DTP.
5. Penggabungan seluruh penghasilan dalam masa pajak
Menggabungkan seluruh penghasilan pegawai tetap dalam 1 bulan atau dalam masa pajak.
6. Pemotongan PPh 21 atas natura/kenikmatan
Dilakukan pemotongan PPh 21 atas natura dan/atau kenikmatan bagi wajib pajak orang pribadi.
Penyesuian Pengaturan
Sedangkan pokok penyesuaian pengaturan skema perhitungan PPh Pasal 21 To Be atau yang berubah di antaranya:
1. Mempertegas kriteria pemberi kerja yang tidak wajib melakukan pemotongan PPh 21.
Pemberi kerja tidak wajib memotong pajak penghasilan pasal 21 apabila:
- Penerima penghasilan tidak terkait dengan usaha/pekerjaan bebas dari pemberi kerja.
- Organisasi internasional berdasarkan perjanjian internasional.
2. Menggabungkan Peraturan Menteri Keuangan biaya jabatan/biaya pensiun dan PMK pengurang penghasilan harian.
3. Penambahan jenis penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh 21, yakni bantuan, sumbangan, hibah.
4. Penyesuaian pengurang penghasilan bruto Bukan Pegawai dengan konsep dalam PMK 141/2015.
5. Ketentuan DPP PPh 21 dokter dimasukkan dalam Lampiran RPMK (petunjuk umum).
6. Penegasan penerima penghasilan berhak mendapatkan bukti pemotongan, dan pemberi penghasilan tidak wajib membuat bupot jika tidak ada penghasilan yang dibayarkan.
7. Pengaturan tentang PNS membuat surat pernyataan 2 pemberi kerja.